Thursday, March 16, 2017

Aku Tidak Normal (Part 1)



Mataku terbuka. Aku lihat jam di layar handphone sudah menunjukkan pukul 15:43 sore. Selain icon baterai yang sudah lowbat, juga muncul icon panggilan tak terjawab dan icon pesan masuk dari akun blackberry messengerku. Aku buka pesan tersebut. Ternyata dari salah satu temanku yang bertuliskan:
"Ded, lagi dimana? Udah bangun?"
"Ini baru aja bangun Haha... Ada apa?" jawabku.
Setelah menunggu beberapa lama tak kunjung ada balasannya. Mungkin sudah tak penting lagi jawabanku, karena pesan ini aku lihat dikirim pada pukul 10:15 pagi tadi. Berarti dia sudah menunggu balasku selama 5 jam lamanya. Iya, aku yang salah.

Aku bangkit dari tempat tidur dan melangkah menuju cermin yang ada di kamarku. Sudah menjadi kebiasaan untuk memperhatikan wajah dan tubuhku terlebih dahulu setiap baru bangun tidur. "Wajah semakin bengkak dan badan semakin gendut, kapan ya aku jadi ganteng," sudah setiap hari hal ini menjadi keluhku. Terkadang aku berharap suatu hari ketika aku baru bangun tidur dan memandang cermin, ketampananku bisa selevel dengan Vino G. Bastian atau Reza Rahardian, tapi tentu saja tidak mungkin. Hatiku terluka. Setelah puas melihat wajah dan tubuh yang tidak jelas bentuknya ini, aku melangkah lagi mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi. Setelah menutup pintu, aku langsung memulai konser yang sedari tadi sudah ditunggu oleh para penggemar setiaku (gayung, sabun, sikat gigi dan ubin kamar mandi). Sehingga terobatilah luka di hatiku.

Setelah selesai konser, aku keluar dan mulai bersiap-siap. Memakai celana dan baju secukupnya, juga sedikit wewangian tentunya. Aku pun melanjutkan rutinitas pentingku di setiap sore hari. Ya, ke warung kopi untuk mencari segelas caffeine agar diasup tubuh dan dialiri keseluruh peredaran darahku. Makan boleh jarang, tapi ngopi jangan. Itu prinsipku.

Aku hidupkan mesin motor dan memulai pergerakan menuju warung kopi langgananku. Saat itu kira-kira sudah pukul 5 sore. Di sepanjang jalan, aku perhatikan orang-orang disekelilingku yang tampak sangat berbeda denganku. Mengapa pada jam-jam seperti ini mereka bergerak pulang menuju rumah masing-masing, sedangkan aku baru saja beranjak dari rumah. Mengapa aku ngopi di sore hari dan mereka ngopi di pagi hari. Mengapa waktu tidurku menjadi jam-jam produktif bagi mereka. Mengapa saat malam tiba, mereka terlelap dan aku masih terjaga. Terlalu banyak pertanyaan, terlalu banyak perbedaan antara hidupku dan hidup mereka. Wajar saja pesan dari temanku tidak terbaca. Wajar saja aku membalas pesannya 5 jam sesudahnya. Hal ini membuat aku tersadar kalau aku tidak normal, ada yang salah dengan hidupku.

Sesampainya di warung kopi aku tulis yang menjadi kegundahanku di perjalan tadi, tulisan yang menjadi bacaanmu saat ini. Sambil menulis aku mengingat-ingat sejak kapan hidupku menjadi terbalik seperti ini. Sejak kapan aku hidup di malam hari dan tidur di pagi hari. Aku urut kejadian-kejadian dalam hidupku. Ketika aku kecil dulu di depan tv, setiap jam 10 malam ibu selalu menyuruhku masuk ke kamar untuk tidur. Ketika SMA saat di asrama sekolah, walaupun tidak ada ibu disitu, saat malam aku tetap tidur walaupun sedikit larut. Anehnya aku tetap bisa terbangun di pagi hari. Hingga aku baru menemukan jawaban ketika cerita hidupku sudah sampai pada masa kuliah, saat itulah hidupku berubah.

Pada masa-masa kuliah, telat tidur itu sudah biasa. Aku juga berkenalan dengan yang namanya kopi. Aku ini adalah mantan mahasiswa arsitektur, jadi biasa jarang tidur. Pagi sampai siang aku masuk kelas, selesai kelas nongkrong di kantin, setelah itu juga biasanya tidak langsung pulang, bisa jadi jalan-jalan dulu bareng pacar. Uups, mantan pacar maksudnya. Sehingga waktu malam hari ku habis dengan tugas-tugas yang sayangnya tidak pernah ada habisnya. Gambar kerja, maket, laporan dan tugas-tugas lainnya selalu menjadi teman ngobrolku sampai tengah malam, kalau obrolannya lagi asik ya sampai pagi. Belum lagi kalau sedang tidak ada tugas, jadwal nongkrong sambil ngopi bersama teman jadi penggantinya. Terus tidurnya kapan? itu yang masih menjadi misteri. Mungkin hal ini yang menjadi latar belakang perubahan dalam hidupku.

Sampai aku lulus kuliah dan bekerja, hidupku tetap seperti ini dan tidak pernah berubah. Karena telat bangun aku jadi sering telat ngantor. Sampai di kantor aku juga tidak bersemangat untuk bekerja karena ngantuk. Bahkan karena ingin tidur saja di rumah aku jadi sering bolos kerja (lagian kalau pun tetap datang, karena sudah terlalu telat jadi malu rasanya memperlihatkan wajahku). Tapi anehnya ketika malam tiba, ngantuk itu sirna dan aku jadi terlalu bersemangat sampai pagi. Pas udah pagi akhirnya ngantuk lagi, selalu saja begitu. Aku jadi sering berfikir kenapa waktu kerja di kantor itu tidak diganti malam saja, sedangkan pagi sampai siang pegawainya tidur semua. Kalau saja bisa seperti itu mungkin aku sudah jadi pegawai teladan dan hidupku akan sangat bahagia.

Aku jadi tidak betah bekerja. Tidak ada pekerjaan yang sesuai dan mampu memenuhi gaya hidupku. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan studiku di Yogyakarta. Mungkin mengganti suasana dengan kegiatan dan tempat yang baru dapat merubah hidupku, begitu fikirku. Ternyata setelah menjadi mahasiswa S2 tetap tidak ada bedanya. Aku sering tidak masuk kelas pagi karena ketiduran. Setiap malam aku selalu begadang, apalagi di tempat tinggalku ada jaringan internetnya, jadi ada alasan buat tidak tidur. Lengkap lah sudah kekacauanku, aku gagal merubah hidup. Untung saja hal ini tidak sampai membuat studiku berantakan, karena masih ada teman-teman yang baik dan pengertian, jadi bisa minta bantuin nitip absen. Kuliah magister yang tidak seketat S1 membuat aku jadi orang yang beruntung.

Masih lanjut nih, ke Aku Tidak Normal (Part 2) ya..
Share:

0 komentar:

Post a Comment